AUTISME dan HIPERAKTIF

Autisme adalah gangguan perkembangan komplek yang biasanya mulai terlihat pada 3 tahun pertama usia bayi serta dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Autisme biasanya dijelaskan dengan beberapa tingkah laku tertentu. Belum diketahui dengan pasti penyebab tunggal dari autisme, tetapi dengan semakin banyaknya penelitian yang dilakukan diharapkan dapat lebih membantu keluarga yang mempunyai anggota keluarga penderita autisme. 
Autisme menyebabkan anak bertingkah laku yang tidak lazim, bisa berupa menepuk-nepuk tangan, mengucapkan kata yang sama berulang-ulang, mempunyai temperamen yang pemarah atau hanya bermain dengan 1 mainan saja.
Kebanyakan anak yang menderita autisme tidak menyukai perubahan dalam kesehariannya. Anak-anak tersebut menyukai jadwal yang selalu sama dan mungkin juga bersikeras supaya mainan atau benda tertentu diatur sedemikian rupa dan menjadi marah bila benda tersebut dirubah atau dipindahkan. 
Jika seseorang menderita autisme maka otaknya mempunyai masalah untuk dapat memahami lingkungan sekitarnya. Setiap hari otak manusia akan menterjemahkan penglihatan, suara, penciuman dan hal lain yang dialami oleh tubuh. Jika otak tidak mampu untuk membantu memahami hal-hal tersebut, maka kita akan mengalami kesulitan untuk berfungsi, berbicara, bepergian ataupun menjalankan aktiftas sehari-hari. 
Untuk menentukan apakah seorang anak menderita autisme atau tidak, sangatlah sulit. Orang tua terkadang merupakan orang pertama yang mengetahui apabila terjadi masalah pada anak, misalnya anak belum juga berbicara pada seusianya, tidak terlalu tertarik terhadap orang lain, atau bertingkah laku yang tak biasanya. Tetapi gejala tersebut tidak bisa langsung dihubungkan dengan autisme, karena misalnya anak yg lambat berbicara bisa jadi karena mempunyai masalah pendengaran. 
Seringkali para spesialis harus bekerjasama dalam sebuah tim untuk dapat mencari tahu apa penyebabnya. Para spesialis tersebut bisa termasuk, dokter anak, dokter syaraf anak, psikiater, tenaga psikolog anak, tenaga terapi wicara anak, fisioterapis, dll. Tim tersebut akan mempelajari saat anak bermain, belajar, berkomunikasi dan bertingkah laku. Para tim juga akan memperhatikan catatan dari orang tua. Berdasarkan informasi-informasi tersebut, dokter akan dapat memutuskan apakah seorang anak menderita autisme atau masalah lain. 
Salah satu masalah dalam penanganan penderita autisme adalah tidak adanya standar baku dalam hal terapi untuk autisme. Hal ini karena penyebab autisme sendiri tidak banyak diketahui, terlebih lagi tiap penderita biasanya menunjukan hal yang berbeda-beda baik secara fisik, emosional, tingkah laku dan masalah sosial. Walaupun demikian di dalam literatur sendiri dapat ditemukan berbagai jenis terapi untuk mengatasi masalah autisme. 
Berikut adalah beberapa jenis terapi yang digunakan untuk menangani autisme:

1.       Analisa Tingkah Laku (Applied Behavioral Analysis (ABA) 
Terapi ini merupakan terapi yang tertua & paling byk diteliti serta dikembangkan untuk autisme. Terapi ABA ini merupakan sistem pelatihan intensif dgn menggunakan hadiah yg berfokus terhadap sistem pengajaran tertentu. 
2.       Terapi Wicara 
Hampir semua penderita autisme mempunyai masalah bicara ataupun bahasa sehingga diharapkan dengan terapi bicara ataupun berbahasa dapat membantu penderita autism untuk berkomunikasi dengan orang lain. 
3.       Terapi Okupasi 
Terapi okupasi berfokus untuk membentuk kemampuan hidup sehari-hari. Karena kebanyakan penderita autisme mengalami perkembangan motorik yang lambat, maka terapi okupasi sangatlah penting. Seorang terapis okupasi juga dapat memberikan latihan sensorik terintegrasi, yaitu suatu teknik yang dapat membantu penderita autisme untuk mengatasi hipersensitifitas terhadap suara, cahaya maupun sentuhan. 
4.       Terapi Kemampuan Sosial 
Salah satu akibat dari autisme adalah sedikitnya kemampuan sosial dan komunikasi. Banyak anak yang menderita autisme memerlukan bantuan untuk menciptakan kemampuan supaya dapat mempertahankan percakapan, berhubungan dengan teman baru atau bahkan mengenal tempat bermainnya. Seorang terapis kemampuan sosial dapat membantu untuk menciptakan atau menfasilitasi terjadinya interaksi sosial. 
5.       Terapi Fisik/Fisioterapi 
Autisme merupakan perkembangan perfasif yang lambat. Banyak penderita autisme yang memiliki penundaan perkembangan motorik dan beberapa mempunyai massa otot yang rendah (lemah). Terapi fisik dapat melatih kekuatan, koordinasi dan kemampuan dasar berolahraga. 

6.       Terapi Bermain 
Walaupun terdengar aneh, tetapi anak penderita autisme memerlukan bantuan untuk bermain. Bermain juga dapat digunakan sebagai alat untuk melatih percakapan, kemampuan berkomunikasi dan sosial. Terapi bermain ini dapat digabungkan dengan terapi berbicara, terapi okupasi dan terapi fisik. 
7.       Terapi Tingkah Laku 
Anak yang menderita autisme seringkali terlihat frustasi. Mereka kesulitan untuk mengkomunikasikan kebutuhan mereka dan menderita akibat hipersensitifitas terhadap suara, cahaya ataupun sentuhan sehingga terkadang mereka berlaku kasar atau mengganggu. Seorang terapis tingkah laku dilatih untuk dapat mengetahui penyebab dibalik prilaku negative tersebut dan merekomendasikan perubahan terhadap lingkungan ataupun keseharian anak untuk dapat memperbaiki tingkah lakunya. 
8.       Terapi Perkembangan 
Terapi perkembangan atau developmental therapies bertujuan untuk membangun minat, kekuatan & perkembangan anak sendiri untuk meningkatkan kemampuan kecerdasan, emosional & sosialnya. Terapi perkembangan seringkali bertolak belakang dgn terapi tingkah laku, yang biasanya paling baik dilakukan untuk mengajarkan keterampilan khusus pada anak, seperti misalnya mengikat tali sepatu atau menggosok gigi dll. 
9.       Terapi Visual 
Banyak penderita autisme merupakan pemikir visual, sehingga metode pembelajaran berkomunikasi melalui gambar dapat dilakukan. Salah satu caranya adalah melalui PECS (Picture Exchange Communication). Selain itu pembelajaran melalui video juga dapat dilakukan baik dengan video modeling, video games ataupun sistem komunikasi elektronik lain. Metode ini dapat menampung kelebihan penderita autisme di bidang visual untuk digunakan membangun keterampilan dan komunikasinya. 
10.   Terapi Biomedis 
Terapi biomedis termasuk juga penggunaan obat-obatan untuk penanganan autisme, walaupun kebanyakan perawatan biomedis yang dilakukan berdasarkan metode pendekatan DAN (Defeat Autism Now). Dokter yang telah menjalani pelatihan mengenai metode DAN ini akan menentukan diet khusus, supplement ataupun perawatan alternative lain untuk penanganan penderita autisme. Di AS sendiri perawatan ini belum mendapatkan persetujuan dari FDA (Food dan Drug Administration) ataupun CDC (Center for Disease Control) walaupun banyak cerita anekdot yang melaporkan hasil positif dari terapi tersebut. Jika memang berniat untuk berkonsultasi dengan praktisi DAN, pastikan orang tersebut berlatar belakang kedokteran. 

Autisme merupakan kelainan otak yang kompleks yang belum diketahui obatnya. Oleh sebab itu, Keluarga penderita autisme banyak yang tertarik untuk melakukan metode alternative lain, Di dalam buku Noni Juice " How Much, How Often, For What " dari Dr. Neil Solomon , MD, PhD beliau mengatakan; "Masalah konsentrasi pada anak-anak (dan orang tua) adalah area lain dimana TAHITIAN NONI mungkin membantu”. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Autis adalah salah satu penyakit syaraf yang mempengaruhi tingkah laku, mood & proses pembelajaran.

Akhir-akhir ini banyak perhatian mulai dicurahkan pada kelainan ini karena jumlah anak-anak yang didiagnosa mengidapnya berada pada angka yang mengkhawatirkan.

Gejala-gejala ADHD antara lain ketidakpedulian, hiper aktif & tingkah laku yg kasar.  Mohon dicatat bahwa beberapa anak memiliki kelainan di atas tanpa perilaku hiper aktif. Beberapa ahli mengatakan bahwa satu anak dalam setiap kelas mengidap ADHD. Penyebabnya, sekali lagi, sulit diketahui secara pasti. Namun demikian, terdapat ketidak normalan dalam kimiawi otak pada anak-anak pengidap ADHD & kelainan ini biasanya turun temurun. 

Dalam kasus ADHD, TAHITIAN NONI mampu membantu melalui kemampuannya untuk mengatur produksi beberapa zat kimia yg ada di otak (seperti serotonin) sekaligus meningkatkan kesehatan selular dalam otak secara keseluruhan. 

Dalam penelitian saya, dari 5.946 orang yang meng-konsumsi TAHITIAN NONI untuk membantu kemerosotan mental atau Autisme 73% di antaranya melaporkan keberhasilan. 

Dr. dr. Amarullah H Siregar. DIHom, DNMED, MSc, MA, PhD. mengatakan bahwa: "sangat sulit bagi kita dokter untuk menembus sawar darah otak/Blood Brain Barrier yang bocor bagi penderita AUTIS, TAHITIAN NONI mampu menempel/mendempul sawar darah yang bocor".